Senin, 23 September 2013

Perjalanan Menuju Dewasa #3

sekarang lagi jaman jamannya main kode kodean ya.
bukan main konde kondean lhoo. itu mah jaman taun 70an.
kemaren ada yg lagi belajar tata cara membuat kode gitu deeh gara garanya coba coba ngode eh malah salah sasaran. makanya kalo ngasih kode itu yg spesifik. ahahaha apalah arti sebuah kode kalo spesifik ya. kalo mau main spesifik spesifikan mah mendingan langsung bilang ke orangnya hehe..
tapi gue setuju bgt lho dengan metode pengkodean yg spesifik. misal nih yaa: “wah, ini lg jam jamnya makan martabak coklat keju nih #KodeUntukKevin”. kenapa gue ngode ke kevin? karena kevin kosannya deket sama tukang martabak. kasian kan kalo kodenya gak spesifik, ntar yg dateng di vino yg kosannya di ujungberung atau deket sm tukang martabak yg gak enak.
kali ini gue jg mau main kode kodean aaah..
padahal kepengen nulis vulgar tanpa harus menyensor tokoh2nya sampe seukuran satu piksel satu wajah ahahaha..
jadi ceritanya gue kerja kecil kecilan di suatu “perusahaan” jual aparel dgn tema tertentu. saat ini kita lg ada kerjasama dgn salah satu organisasi yg berkaitan dgn tema tertentu itu. masih belum profesional sih, ya maklum juga. kerjasama udah terjalin selama dua kloter open order (haha, ngerti gak), dan ternyata mereka ada wacana untuk menyudahi kerjasama ini, padahal awalnya kerjasama mau dilakukan sampai 6 kloter kalo gak salah.
wacana itu muncul hanya karena mereka gak bisa memenuhi kuota order di kloter kedua (jumlah order hanya 50% dari kuota yg sudah disepakati), padahal di kloter pertama mereka bisa melampaui kuota sampai 25%. padahal lagi nih yaa, kerjasama yg kita jalin ini sama sekali gak merugikan mereka dalam hal duit. malahan mereka tetep dapet duit selama masih bisa menjualkan walaupun kurang dari kuota, hanya saja kekurangan dalam pemenuhan kuota itu akan dianggap sebagai “hutang” yg harus dibayar di kloter sebelumnya. kasarnya kalo semakin banyak mereka ngejualin semakin banyak duitnya, apalagi kalo semakin lama. justru yg rugi itu sebenernya perusahaan gue kalo mereka ngejualin gak mencapai kuota. pernah terbersit juga sih di pikiran gue utk berhenti.
yg mereka jadikan alasan kurangnya pesanan di kloter kedua adalah jumlah desain yang “perusahaan” gue berikan. memang pada kloter pertama kami memberikan 3 desain, sedangkan kloter kedua tetap 3 desain tapi desain barunya hanya 2 karena 1 desain merupakan pengulangan salah satu desain di kloter pertama hanya saja berbeda warna. alasannya cukup logis tetapi tidak sepenuhnya bisa diterima karena menurut perhitungan matematis jika di kloter pertama mereka mencapai penjualan 125% dengan 3 desain, maka penjualan mereka di kloter kedua yg notabene memiliki 2 desain baru akan sama dengan 83% bukannya 50%.
menurut gue keputusan mereka itu kurang bijak karena sebenarnya tidak ada yg mereka pertaruhkan dalam kerjasama ini. mereka tetap dapat duit berapapun penjualannya. dan kalaupun mereka tetap mau “putus” jangan berikan alasan semacam itu karena akan menunjukkan betapa dangkalnya dia, menyalahkan pihak lain atas kesalahan yg dibuat sendiri. walaupun memang kesalahan bukan hanya berada di pihak dia dalam hal ini. dalam kerjasama ini “perusahaan” gue yg bertindak sebagai produsen harus dapat membaca permintaan pasar, tapi di sisi lain organisasi dia yg merupakan marketer harus berusaha keras agar produk si produsen bisa laku. intinya saling berusaha lah. toh “perusahaan” gue jika ditantang demikian pada dasarnya tetap akan menyanggupi, karena kami ingin berusaha utk lebih baik.
tapi pada akhirnya kalau dia ingin “putus”, kami pun dengan sukarela akan mengiyakan.
mungkin karena selama ini mereka lebih banyak menuntut daripada berusaha utk lebih baik.
intinya, inilah sekelumit pengalaman gue dalam jalan menuju pekerjaan yg sesungguhnya. pasti banyak akan ditemui orang orang macam itu, yg lebih banyak menuntut daripada berusaha utk lebih baik, yg sukanya nyalahin orang lain.
nanti saat gue udah jadi dewasa, saat gue udh bekerja yg sesungguhnya, gue harus inget untuk gak jadi manusia macam itu. begitu juga dgn kalian semua, karena itu bukanlah sikap yg harusnya dimiliki oleh org dewasa


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

my life is hard

entah sejak kapan, gue gak tau, hidup gue jadi susah. mungkin sejak gue memutuskan untuk daftar aksel? atau sejak gue lulus kuliah? atau ...